Rabu, 03 Juli 2013

The Day We Met Part IX

Ai’s POV
Keesokan Harinya
            Aku berangkat sekolah dengan semangat. Yi tidak bersamaku, karena dia berencana untuk mencemput Yui hari ini. Padahal dia sendiri selalu aku tungguin. Ah, sudahlah, hari ini murid baru ini akan datang~
            Saat sampai di sekolah, aku menemukan Yi dan Yui sudah ada di kelas. “Wah, tumben sekali kau datang duluan?” Aku menepuk punggung Yi. “Ya dong, aku kan rajin~” Yi membusungkan dadanya. “Rajin kalo ada maunya.” Aku mencibir yang dibalas oleh jitakan langsung dari tangan Yi. Tak lama kemudian bel masuk pun berbunyi dan kami bersiap-siap untuk menerima pelajaran.
            Tak lama kemudian, ada seseorang mengetuk pintu. Nodoka sensei yang mengajar sejarah sekaligus wali kelas kami pun mempersilahkan untuk masuk. “Selamat pagi, anak-anak.” Kepala sekolah pun datang membawa seorang anak cowok yang... Oh My God, dia sangat keren sekali! Tubuhnya yang tinggi dan tegap, rambutnya yang kaku, matanya yang tajam setajam silet, pipinya yang tirus dan dan bibirnya yang tipis sangat sempurna. “Namaku Choi Seung Hyun. Yoroshiku Onegaishimasu (Mohon Bantuannya).” Choi membungkukkan badannya. Oh my... Suaranya sangat berat membuatnya semakin sempurna. Tapi, kenapa aku merasa dia tidak asing lagi ya? “Yi, dia sangat keren ya?” Bisikku pada Yi.
            Choi pun akhirnya duduk di sebelah Kwon, tepat di depanku. Choi dan Kwon pun melakukan high five dengan Kwon. Setelah Kepala sekolah pergi, Nodoka Sensei pun melanjutkan pelajarannya. “Nah, baik-baiklah kalian pada Choi-san ya.”
            Aku pun menyolek pundak Choi. “Namaku Ai.” Aku mengulurkan tanganku setelah Choi menoleh padaku. Dia hanya melihatku dan tersenyum mengejek. “Aku tidak peduli.” Dia pun menoleh lagi ke depan. “Huh, dasar. Sifatnya dingin sedingin salju!” Aku berbisik pada Yi.
*
            “Huh, aku benci pada anak itu! Penampilannya saja yang keren, tapi sifatnya melebihi dinginnya salju!” Aku curhat pada Yi sepulang sekolah. “Tadi saja saat sensei menulis rumus di papan tulis, aku suruh dia merunduk, tetapi dia hanya menjulurkan lidah dan bilang tidak mau. Sadar nggak sih dia tingginya seperti tiang, aku jadi tidak kelihatan papan tulisnya!” Aku melanjutkan marahku, Yi hanya diam. “Padahal siapa yang tadi membisikkanku kalau dia keren.”
*
            “Tadaima~” Aku berjalan lesu. “Yo, Ai. Bagaimana anak barunya?” Dae-oppa yang sedang makan menyambutku. Aku membanting badanku di bantal kursi, tetapi aku salah perhitungan antara bantal duduk dan bagian belakangku, sehingga aku membanting tubuhku di lantai. “Itta!!” Aku berseru kesakitan. “Ai-chan, daijoubu?” Young-oppa yang sedang di dapur mendengar teriakanku. “Rupanya dia telah merusak tulang ekornya, hyung~” Dae-oppa tertawa terbahak-bahak.
            “Jadi, bagaimana anak barunya, Ai-chan?” Young-oppa duduk di hadapanku setelah menyiapkan nasi makan siangku. “Uh, dia sangat menyebalkan. Saat perkenalan, kulihat sepertinya dia pria yang sangat sopan dan keren, tetapi saat dia duduk, sifatnya berubah 180 derajat! Dia sangat dingin, dan sombong. Pokoknya aku membencinya!” Aku segera menghabiskan makananku. Memang, kalau aku sedang marah, aku suka terburu-buru dalam melakukan sesuatu, seperti makan. Tapi akibatnya, aku tersedak dan terbatuk-batuk. Young-oppa langsung cemas dan langsung mengambilkanku minum. “Tapi, bisa saja lo, kamu bilang benci ke dia, tapi lama-kelamaan pasti suka. Minji saja dulu benci aku, tapi sekarang?” Dae-oppa menunjukkan muka serius. Deg, kenapa tiba-tiba jantungku berdebar sangat kencang ya?
*
            “Dasar tiang! Merunduk sedikit dong! Aku tidak bisa melihat apa-apa nih!” Aku memukul pundak Choi. “Yang namanya tiang pasti kaku lah, mana bisa merunduk. Makanya, otak dibesarin juga, jangan pipi doang hahaha.” Choi kembali menunjukkan senyum mrngejeknya. “Uh, aku benci dirimu!” Aku pun maju ke depan untuk mencatat semua tulisan yang ada di papan tulis.
            Tapi jujur saja, ketika aku dipermainkan seperti itu, entah kenapa setelah itu aku tersenyum sendiri. Memang sih, hanya aku yang selalu dipermainkan, sementara dengan cewek lain dia selalu menggunakan bahasa resmi. Bahkan gara-gara dia selalu memakai bahasa resmi, dia mempunyai fans yang isinya hampir seluruh cewek di sekolah ini. Apa mungkin dengan menjahiliku, dia ingin dekat denganku? Ah, sudahlah, cowok memang susah ditebak. Lho, aku mulai senyum-senyum sendiri lagi.
            Saat istirahat tiba, aku tidak ke kantin. Aku mengcopy semua catatan sejarah dari buku Yi. Gara-gara Choi tidak mau merunduk, aku jadi ketinggalan seluruh pelajaran. “Yi, sepertinya kau harus belajar menulis lagi deh. Tulisanmu benar-benar parah!” Seruku. “Kamu itu, kalau pinjam terima sajalah. Kamu mau titip sesuatu? Aku dan teman-teman ingin ke kantin.” Yi segera merangku Yui, Yui tersipu. “Hmm... Terserah kamu sajalah. Yang penting minumnya yang dingin ya.” Aku menunjukkan senyum terlebarku. “Kamu ini, ini musim dingin, mana ada yang jual minuman dingin. Aku belikan kau coklat panas saja. Ayo, Kwon, Yui.” Yi mengajak Kwon dan Yui untuk ke kantin. “Kalau tulisannya semakin tidak bisa dibaca, kamu boleh meminjam punyaku kok. Punyaku ada di meja.” Kwon tersenyum kepadaku. Aku hanya tersenyum dan mengangguk.
            “Kasihan, kau tidak bisa mengisi perut besarmu itu.” Tiba-tiba aku dan Choi duduk berhadapan, dia menopangkan dagunya di mejaku. “Memang ini gara-gara siapa?” Aku mendengus, Choi hanya tersenyum. “Memang kamu tidak ke kantin dengan yang lain?” Tanyaku. Dia hanya menggeleng. “Aku sedang dalam diet khusus.” Katanya tertawa. “Kau sudah kurus, Choi. Sekali-kali makan banyak tidak apa-apa kan?” Aku mencibir. Dia tersenyum lagi sambil mencubit hidungku. “Aku bukan tipe orang yang suka membesarkan perut sepertimu, baka (bodoh).” Dia kembali tertawa. “Aduh, sakit tau! Udah gitu aku capek banget nih nulis segitu banyaknya.” Aku melepaskan pensilku untuk mengistirahatkan tanganku, tapi tiba-tiba Choi mengambil pensilku dan bukuku. “Kamu pergilah ke kantin, nanti kalau jarimu menciut seperti nenek-nenek aku juga yang disalahkan.” Dia melanjutkan catatanku. “Arigatou Choi tiang~” Aku bergegas pergi.
            Kalian tahu, kenapa aku bergegas pergi? Karena jantungku berdebar ketika Choi mengambil buku dan pensilku. Benar deh, cowok itu memang susah ditebak, kadang nakal, kadang baik..,
            “Hei, Ai.” Haru-chan menyapaku. “Kenapa kau senyum-senyum sendiri?” Tanya Haru-chan heran. “Ah... Nandemonai.” Aku gugup. “Oh iya, hari ini aku dan Natsuo-chan mau pergi ke pusat perbelanjaan, kebetulan mantel kami sama-sama rusak. Kamu dan Yui bisa ikut? Nanti kita beli milk shake sepulang dari sana.” Haru mengajakku.”Milk Shake, kebetulan aku ingin milk shake. Aku ikut! Nanti Yui aku kabari. Terima kasih telah mengajakku.” Aku, Haru, dan Natsuo tersenyum.
            Aku pun melihat Yui, Yi dan Kwon sedang berjalan sambil membawa pesananku. “Wah, padahal baru saja aku ingin menjemput kalian.” Aku segera mengambil pesananku dari tangan Yi. “Bagaimana catatanmu? Apa sudah selesai?” Tanya Kwon. “Ehm, tadi Choi yang melanjutkan, jadi aku bisa menjemput kalian. Eh, trus diajak mengobrol sama Haru-chan. Oiya, Yui. Pulang sekolah nanti mau ikut aku, Haru dan Natsuo pergi ke pusat perbelanjaan?” Aku menanyai Yui. “Hmm, selama Ai ikut, aku akan ikut.” Yui tersenyum manis.
            Aku pun kembali ke mejaku dan segera memakan makanan yang dibelikan oleh Yi. Dan aku pun melihat Choi yang sedang tertidur di mejanya. “Sudah selesai, Choi?” Tanyaku, dia hanya mengangguk. “Aku capek.” “Terima kasih, Choi tiang.” Aku segera memasukkan bukuku di tasku. Tapi... “Choi, kau tahu dimana pensilku?” Aku menyolek punggung Choi. “Maafkan aku, tadi pensil itu jatuh, terus aku tidak tahu keberadaannya. Jadi aku mengganti pensilmu dengan kepunyaanku.” Dia menunjuk kotak pensilku. Aku segera melihat isi kotak pensilku. “Choi Baka! Pensil biruku itu hadiah dari ibuku! Tapi kenapa kau menggantinya dengan warna hijau! Aku benci warna hijau! Aku benci Choi!” Marahku.
           
Bersambung ...

Selasa, 02 Juli 2013

The Day We Met Part VIII

Musim dingin hampir tiba. Sudah beberapa bulan ini Kwon tidak memiliki teman sebangku, tapi untunglah ajaranku dan Hikaru tentang membuat Kwon menjadi supel bekerja, sekarang Kwon mempunyai beberapa teman.
            “Hey, aku ingin mengatakan sesuatu.” Sekarang kami sedang berada di padang rumput favorit kami. Walaupun sekarang musim gugur tetapi tempat ini masih terlihat indah. “Apa?” Aku penasaran. “Saat musim dingin, sepupuku dari Korea aka pindah ke sini, dan dia berencana melanjutkan sekolah di sekolah kita.” Kwon tampak senang. “Wah, Kwon, akhirnya kau tidak sendiri lagi. Kalau boleh tahu namanya siapa? Cewek atau cowok? Penampilannya bagaimana?” Aku menghujani Kwon dengan berbagai pertanyaan. “Ehm.. Cowok, aku lupa dengan namanya, yang aku ingat hanya nama keluarganya Choi. Aku tidak begitu mengerti penampilannya. Aku saja terakhir melihatnya pada saat kita SD.” Jawab Kwon. “Kok bisa?” Rupanya Yui juga penasaran. “Iya, habisnya keluarga mereka sangat tertutup sih, bahkan dengan keluarganya sendiri.” Keluh Kwon. Bicara tentang tertutup .... Ah, sudahlah.
            “Tadaima~” Aku segera melepas sepatuku dan menaruhnya di rak sepatu. “Ah, okaeri Ai-chan~” Sambut Young-oppa dari dapur. Hari ini aku masak Chicken Katsu kesukaanmu nih. Kamu mau makan sekarang?” “Tidak usah, oppa. Aku ingi tidur saja, aku capek.” Aku pun ke atas agar aku bisa segera tidur siang.
            “Ai...” Aku mencari sumber suara itu. “Ai...” Suara itu semakin mendekat. “Siapa kamu?” Aku ketakutan. Oppa, tolong aku!” “Tenang, ini hanya aku.” Tiba-tiba datang seorang laki-laki yang tidak asing lagi. Tunggu, bukankah dia ... “Kau... Cowok yang kuberi kancing pada saat kelas 3 SMP?” Tidak salah lagi, dia pasti cowok tertutup itu, cowok tertutup yang menjadi cinta pertamaku itu!
            Dia hanya mengangguk. “Mulai sekarang aku akan selalu dekat denganmu, tetapi ingat, hanya sebentar saja ya?” Cowok itu menggapai tanganku dan mengecup punggung tanganku. “Maksudmu apa? Hey, tunggu ...”
            Aku pun terbangun. Napasku ngos-ngosan. “Fiuh, ternyata Cuma mimpi.” Batinku. Tapi, kenapa ya aku memimpikan dia lagi? Aku pun melihat jam dinding. Jam 2, sebaiknya aku makan siang saja. Dan aku pun turun untuk mengambil makan siangku.
            “Aku tidak mengerti bagian ini.” Terdengar suara Young-oppa. Mungkin ada seorang tamu. “Oh, begini caranya...” Terdengar suara seseorang, sepertinya cewek. “Oh, hai Ai. Sudah bangun?” Young-oppa melihatku dan tersenyum kepadaku. Rupanya suara cewek itu milik Dara-unnie. “Hai, Oppa, unnie. Ngapain sih?” Aku pun memasuki ruang tamu untuk melihat apa yang dilakukan oleh kakakku. “Oh, ini. Oppamu ini sangat lemah dalam hal matematika, jadi aku ke sini untuk mengajarinya, sekalian aku ingin melihatmu lagi.” Dara-unnie tersenyum padaku. “Kalau begitu, aku makan dulu ya. Oppa, chicken katsunya masih ada?” Tanyaku. Oppa hanya mengangguk. “Oh ya, aku memberimu sebuah es krim.” Dara-unnie menambahkan. “Arigatou, unnie~”
*
            Musim dingin pun tiba, hari ini mungkin memasuki hari kedua. Tapi sialnya sekolah tidak libur, tetapi kami hanya diberi libur 7 hari, dari natal hingga tahun baru. Dan aku tidak tahu kenapa cowok tertutup alias cinta pertamaku selalu datang di mimpiku, baik tidur siang maupun tidur malam.
“Hah, padahal aku ingin jalan-jalan ke pusat perbelanjaan, membeli sweater baru.” Keluhku pada Yi. “Padahal aku ingin mengajak Yui jalan-jalan.” “Dasar, Yui saja yang ada di pikiranmu.
            Hari ini kami tidak pergi ke padang rumput seperti biasa, melainkan kami hanya berbincang-bincang di kelas saja, karena kelas kami mempunyai penghangat ruangan sendiri, jadi kami memanfaat fasilitas ini untuk menghangatkan diri sendiri. “Eh, besok saudaraku akan mulai sekolah di sini lo.” Kwon membuka pembicaraan. “Wah, jadi tidak sabar melihat penampilannya. Memangnya bagaimana penampilannya? Apakah kau sekarang tahu siapa namanya?” Cerocosku “Hmm... Kalau tidak salah namanya Choi Seung Hyun. Menurutku dia sangat keren.” Kwon menggaruk kepalanya. “Wah, nama belakangnya sama denganmu, Yi. Mungkin dia akan bersahabat denganmu?” Aku tersenyum pada Yi. “Ha, aku tidak mau. Aku tidak seberapa kenal kok.” Yi mencibir. Aku jadi semakin penasaran ...
*
Kwon’s POV
            Hari ini adalah awal dari musim dingin. Hari ini keluarga Choi akan tiba di rumah lama mereka. Eommaku menyuruhku untuk ikut mereka untuk menyambut saudaraku. “Ngapain aku harus ikut? Aku tidak begitu akrab dengannya.” “Sudahlah, ikut Eomma saja.”
            Aku memakai tuksedo yang sudah lama disimpan oleh Eommaku dan hanya dikeluarkan pada saat acara resmi. Aku pun mengagumi rumahnya. Pastilah saudaraku kaya sekali, rumahnya saja seperti ini.
            Tidak lama kemudian saudara kami datang. Supir pun turun untuk membukakan pintu belakang, tempat keluarga Choi berada. Yang pertama turu adalah Tuan Choi, Nyonya Choi, dan anak mereka. Aku pun memperhatikan penampilannya. Dia memakai jaket hitam dan celana jeans biru gelap. Rambutnya yang kaku, matanya yang tajam, bibirnya yang tipis, pipinya yang tirus, dan tubuhnya yang tegap membuatku kagum. Tunggu, kenapa semua tipe cowok idaman Ai ada di dalam dirinya?
            Jiyoung, ini Seunghyun, saudaramu. Seunghyun, ini Jiyong, saudaramu. Dia akan menunjukkan sekolahmu besok lusa. Nyonya Choi mengenalkan anaknya padaku. “Seunghyun, mohon bantuannya.” Suaranya yang berat dan kata-katanya yang terlalu resmi, cocok seperti cowok yang diidamkan oleh Ai. “Jangan terlalu resmi. Aku Jiyoung.” Aku berusaha ramah padanya. “Maaf, aku agak tidak terbiasa. Hey, kau masih ingat bila kita selalu main pada saat kita masih kecil?” Seunghyun tersenyum padaku. “Hmm, mungkin aku sedikit lupa, maaf hehehe” Aku memang pikun. “Bagaimana kalau kita bermain game sebentar di rumahku?” Choi menepuk punggungku. “Tentu saja.”
            “Jiyoung, ayo pulang! Besok kamu harus sekolah!” Teriak Eommaku dari bawah. “Tunggu sebentar bu!” Aku balas berteriak. “Ehm... Seunghyun, terima kasih atas semuanya. Aku tidak tahu kau mempunyai semua game terbaru.” Aku mengagumi semua koleksi gamenya maupun game consolenya. “Yah, ini semua agar aku tidak bosan di rumah. Oh ya, sampai jumpa besok di sekolah ya.” Seunghyun tersenyum padaku lagi.
*
            Hari ini kami tidak berkumpul di padang rumput seperti biasanya. Fasilitas pemanas ruangan membuat sahabat-sahabatku, termasuk Ai betah di dalam kelas. “Eh, besok saudaraku akan mulai sekolah di sini lo.” Aku memulai pembicaraan. Muka Ai menunjukkan ketertarikan. “Wah, jadi tidak sabar melihat penampilannya. Memangnya bagaimana penampilannya? Apakah kau sekarang tahu siapa namanya? Cerocos Ai “Hmm... Kalau tidak salah namanya Choi Seung Hyun. Menurutku dia sangat keren.” Aku berusaha untuk tenang walaupun hatiku merasakan kecemburuan yang luar biasa, akhirnya aku hanya bisa meluapkannya melalui menggaruk kepala, padahal kepalaku tidak gatal. “Wah, nama belakangnya sama denganmu, Yi. Mungkin dia akan bersahabat denganmu?” Rupanya Ai mencoba menggoda Lee. “Ha, aku tidak mau. Aku tidak seberapa kenal kok.” Yi mencibir. Kami pun tertawa. “Semoga saja Ai benar-benar tidak mencintai Seunghyun...”

Kwon’s POV End

Bersambung

Senin, 01 Juli 2013

The Day We Met part VII

Ai’s POV
            Setelah selesai meminum habis limun kami, aku mengajak Kwon untuk mencari Yi dan Yui. Kami pun berdiri untuk memulai pencarian Yi dan Yui.
            “Kwon, aku capek nih. Mana Yi dan Yui nggak ketemu-ketemu lagi!” Aku ngos-ngosan. “Apa kamu mau istirahat di sini? Biar aku yang mencari mereka. Nanti kalau sudah ketemu aku menjemputmu.” Kwon menyuruhku istirahat. “Begini saja, biar lebih cepat bagaimana kalau kita berpencar saja? Mungkin dengan cara itu kita lebih cepat menemukan mereka?” Cetusku. “TIDAK!” Kwon menolak dan dia berteriak. Spontan saja aku kaget. “Ma ... Maafkan aku, Ai. Aku hanya tidak mau kehilangan kau, maksudku ... Kalau nanti kita menghilang bagaimana?” Kwon tampak gugup. Seketika aku pun berpikir. “Hmm... Benar juga. Yasudah, ayo kita mencari mereka berdua bersama-sama!” Aku tersenyum dan langsung menggamit Tangan Kwon.
Ai’s POV End
*
Kwon’s POV
            “Kwon, aku capek nih. Mana Yi dan Yui nggak ketemu-ketemu lagi!” Ai membungkukkan badannya sambil ngos-ngosan. Aku tidak tega melihatnya. “Apa kamu mau istirahat di sini? Biar aku yang mencari mereka. Nanti kalau sudah ketemu aku menjemputmu.” Aku menyuruhnya istirahat. Tega banget sih Lee ngumpet sampai Ai dibikin capek. “Begini saja, biar lebih cepat bagaimana kalau kita berpencar saja? Mungkin dengan cara itu kita lebih cepat menemukan mereka?” Ai memberikan sebuah ide. “TIDAK!” Spontan saja aku berteriak, entah kenapa aku melakukan ini. Dan benar saja, Ai tampak kelihatan kaget. “Ma ... Maafkan aku, Ai. Aku hanya tidak mau kehilangan kau, maksudku ... Kalau nanti kita menghilang bagaimana?” Duh, kenapa aku jadi gugup gini? “Hmm... Benar juga. Yasudah, ayo kita mencari mereka berdua bersama-sama!” Dia tersenyum dan segera menggamit lenganku.
            What? Apa aku sedang bermimpi? Dia, Ai, sedang menggamit lenganku! Tanganku serasa dipegang oleh seorang bidadari! “Kwon, kenapa tanganmu dingin?” Tanya Ai. “Eeee... Iie, nandemonai. (Tidak, tidak apa-apa)” Jawabku gugup. “Eh, aku menemukan mereka!” Serunya sambil menunjuk 2 orang yang sedang berada di bawah pohon. “Ayo kita mengintip!” Seru Ai sambil menarikku ke bawah pohon.
            “Ehm.. Yui. Sebenarnya saat kita bertemu, aku sudah suka sama kamu. Jadi, maukah kamu menjadi pacarku?” Lee tampak malu. Yui pun mengangguk pelan. “Iya, sebenarnya aku juga suka sama kamu, bahkan aku mengagumi panda eyesmu.” Pipi Yui bersemu merah, tak lama mereka pun tertawa sambil bergandengan tangan. Seketika aku melihat Ai yang sedang mengintip di bawah kepalaku. Coba aku bisa seberani Lee ...
Kwon’s POV END
*
Ai’s POV
            Saat aku menggamit tangan Kwon, entah kenapa tangan Kwon terasa dingin sekali, padahal aku merasa kepanasan. Aku pun bertanya “Kwon, kenapa tanganmu dingin?” Kwon pun kelihatan gugup “Iie, nandemonai.” Kenapa sekarang Kwon jadi sering gugup ya? Ah, mungkin perasaanku saja.
            Saat itu juga aku melihat pohon yang dulu menjadi saksi bisu saat aku pertama kali berbincang-bincang dengan cowok tertutup tersebut, dan aku melihat 2 sosok laki-laki dan perempuan. Aku rasa mereka Yi dan Yui. “Eh, aku menemukan mereka!” Seruku sambil menunjuk mereka. “Ayo kita mengintip!” Aku pun menarik Kwon menuju bawah pohon tersebut.
            “Ehm.. Yui. Sebenarnya saat kita bertemu, aku sudah suka sama kamu. Jadi, maukah kamu menjadi pacarku?” Lee tampak malu. Yui pun mengangguk pelan. “Iya, sebenarnya aku juga suka sama kamu, bahkan aku mengagumi panda eyesmu.” Pipi Yui bersemu merah, tak lama mereka pun tertawa sambil bergandengan tangan. Seketika aku kembali memikirkan cinta pertamaku yang tertutup itu. Andai kisah cintaku seperti mereka ...
*
            “Hei, kemana saja kalian? Kami sudah pusing mencari kalian tahu!” Protes Yi saat kami berjalan menemui mereka. “Kalian yang kemana saja?” Kwon pun juga ikut mengamuk. “Sudah, sudah!” Aku melerai mereka yang hampir bertengkar. “Yang penting sekarang sudah berkumpul lagi. Ayo pulang, sudah hampir larut malam nih.” Akhirnya kami pun berjalan menuju rumah masing-masing. “Oh ya Yi, Yui. Jangan lupa traktirannya ya~” Aku menggoda mereka berdua. “Hah, jadi kamu sengaja mengintip kami ya?”

            “Tadaima~” Aku segera melepas sandal kayuku dan menaruhnya di rak. “Ah, ini dia!” Seru Dae-oppa. “Ada apa, oppa?” Aku penasaran. “Sini, ikut ke ruang keluarga. Aku dan hyung ingin menunjukkanmu sesuatu~” Dae-oppa menarikku. Aku pun terkejut saat kami sampai di ruang keluarga. “Dara-unnie, Minji-unnie?” Aku terkejut. “Bagaimana? Terkejut? Hahaha, mukamu sangat lucu sekali.” Dae-oppa menertawaiku. “Aku menceritakan tentang dirimu di Dara, seketika saja dia ingin melihatmu langsung.” Young-oppa menjelaskan. “Namaku Ai.” Aku menunduk pada Dara-unnie. “Tidak usah terlalu resmi. Oh ya, kita sama-sama dari Korea juga kok.” Dara-unnie mengelus kepalaku. Ahh... Rasanya sangat nyaman sekali. “Oh ya, wajah Minji-unnie sangat mirip dengan Dae-oppa. Mungkin kalian jodoh~” Entah kenapa aku mengatakan apa yang ada di pikiranku. Minji-unnie tampak tersipu “Arigatou (Makasih), Ai.” “Sudah kubilang kan kalau Ai suka ngomong ceplas-ceplos?” Dae-oppa mencubit pipiku, mungkin dia malu juga. Semuanya pun tertawa. “Aduh, sakit tau, oppa!”

Bersambung

Minggu, 30 Juni 2013

The Day We Met part VI

“Ah, sekolah musim panas itu meyebalkan!” Sebalku. Aku, Yui, Yi dan Kwon sedang berada di taman favorit kami ketika kami dalam perjalanan pulang. “Ngomong-ngomong liburan kalian apa?” Tanya Yi tiba-tiba. “Mungkin aku ke rumah kakekku di Kyoto. Tapi mungkin tidak ikut. Aku masih sibuk dengan lesku.” Jawab Yui. “Kalo Lee?” Tanya Yui. “Oh, aku tidak kemana-mana. Orangtuaku sibuk, dan oneesan tidak bisa diandalkan.” Yi menundukkan mukanya. “Tenang saja, ada aku kok!” Aku memukul punggung Yi. “Lo, Ai tidak kemana-mana?” Tanya Kwon. Aku hanya mengangguk. “Begini, di dekat rumahku sebentar lagi diadakan festival musim panas. Mungkin Ai ... Eh, maksudku semuanya bisa ikut bersamaku.” Kwon menunduk, kelihatan dia malu. “Kalau Yui ikut, aku juga ikut!” Seru Yi. “Baiklah, aku ikut saja.” Yui menambahkan.
“Aku akan menembak Yui di festival itu, Ai! Aku jadi tidak sabar nih!” Yi berseru saat kami dalam perjalanan pulang. “Ya, tapi sikapmu tadi agak berani juga, mengatakan ‘kalau Yui ikut, aku juga ikut’” Aku tertawa. “Yah, kalau tidak begitu mungkin Yui tidak ikut, aku jadi sia-sia kalau misalnya aku jadi datang ke festival.”
“Tadaima~” Aku segera melepas sepatuku dan kaos kakiku. “Ah, Okaeri, Ai.” Dari dapur, Young-oppa menjawab. “Tumben sekali Young-oppa pulang cepat?” Aku mengintip dapur sambil tersenyum. “Yah, hari ini kegiatan sekolah tidak terlalu sibuk. Jadi aku bisa membuatkan kalian makan siang.” Seru Young-oppa. “Mau aku bantu?” Tawarku. “Tidak usah, bilang saja ke Dae apakah dia setuju kita makan udon (mi) saja.” Aku segera mengacungkan jempol tanda mengiyakan.
Aku segera menuju kamar Dae-oppa yang terletak di sebelah kamarku. “Dae-oppa. Aku boleh masuk?” Aku mengetuk kamar Dae-oppa. “Oh, dozo (silahkan)” Kata Dae-oppa dari dalam. Aku pun masuk dan melihat Dae-oppa sedang bermain game. “Itu game apa, oppa?” Tanyaku. “Oh, ini Call of Duty. Keren deh.” Dae-oppa menjawab tak acuh. “Oh iya, kata Young-oppa tidak apa-apa makan siangnya Cuma udon saja?” Tanyaku sambil melihat kakak keduaku bermain gamenya. “Tidak apa-apa asal enak.” Jawabnya dengan tak acuh. “Oke kak, aku ke bawah dulu ya. Makanan sudah hampir siap lo.”
“Dae, makanan sudah siap loo.” Teriak Young-oppa agar terdengar dari atas. Tak lama kemudian, Dae-oppa turun. “Haii (Iya), aku sudah hampir mati kelaparan ini!”
“Owh yha, swebwentwar lwagwi adwa fwestwivwal dwi dweswanywa Kwon” Mulutku masih penuh dengan udon. “Ai, setidaknya telan dulu udonnya baru ngomong. Tidak baik ngomong sambil makan.” Young-oppa mengingatkanku. Aku pun segera menelan udon yang ada di mulutku. “Sebentar lagi ada festival di desanya Kwon” Aku membenarkan ucapanku tadi. “Kwon? Oh, anak pendek yang pernah main ke sini? Kelihatannya dia suka kamu lo hahaha” Canda Dae-oppa. “Ini serius, oppaaaa” Aku cemberut. “Festival ya? Mungkin aku bisa mengajak Dara, eh” Young-oppa segera menutup mulutnya. “Siapa kak? Dara senpai?” Aku menggoda Young-oppa, Young-oppa tampak malu. “Dae, kau juga akan mengajak Minzy?” Ceplos Young-oppa. “Hyung! Ai belum tahu!” Dae-oppa berusaha menutup mulut Young-oppa, tapi terlambat. “Lo, Dae-oppa sudah sama Minji senpai? Aku jomblo sendiri dong?” Aku semakin cemberut, kakak-kakakku tertawa melihat tingkahku.
*
            Hari yang kutunggu-tunggu pun tiba. Hari ini adalah festival musim panas di desanya Kwon. Eomma pun tidak lembur, jadi aku bisa minta beliau untuk mengikat obi (sabuk pada yukata / kimono) pada yukata biru langitku yang sudah aku beli bersama Eomma sebelumnya. “Lo, oppa tidak pakai yukata?” Tanyaku. “Tidak, begini lebih nyaman.” Dae-oppa memang tidak suka pakaian resmi. Sekarang saja dia hanya memakai kemeja merah kotak-kotak dan celana jeans biru tua. “Yasudah, aku berangkat dulu. Ittekimasu.”
            “Yi, kamu memakai yukata!” Aku terkejut saat melihat Yi memakai yukata. “Hehe, iya. Tiba-tiba saja Appaku memberikan ini padaku.” Yi terlihat sangat gembira. “Ayo, berangkat bersama.
            Kwon dan Yui sudah menunggu di depan pintu masuk festival. Mereka juga memakai yukata “Hey, minna!” Aku melambaikan tangan. Kwon tersenyum dan melambaikan tangannya padaku.
            “Ehm, Yui. Bolehkah aku pergi bersamamu.” Yi tampak malu-malu ketika mengajak Yui. “Ehm, boleh.” Yui tampak malu-malu juga. Akhirnya mereka pun meninggalkan kami berdua. “Jadi...” Kwon memecah keheningan antara kami berdua. “Jadi... Kamu mau pergi bersamamu juga?” “Iya, tentu”
            Kami pun pergi bersenang-senang. Mulai dari menangkap ikan emas, bermain tembak hadiah, membeli takoyaki (sejenis kue berbentuk bulat yang berisi daging gurita), membeli okonomiyaki (sejenis pizza jepang), dan tidak lupa limun. “Wah, menyenangkan ya.” Kami pun makan takoyaki bersama, Kwon tampak tersenyum.
*
Kwon POV
            Yi dan Yui akhirnya pergi bersama. “Jadi ...” Aku memecah keheningan. “Maukah kau pergi bersamaku?” Tanyaku malu-malu. Ingin rasanya aku menarik kata-kataku kembali. “Iya, tentu.”
            Hey, namaku Kwon Ji Young. Keluargaku berasal dari Korea, tapi aku lahir dan besar di Jepang. Saat menjadi siswa SD dan SMP aku memang pendiam, keluargaku yang terbilang cukup kaya memang agak anti-sosial dengan tetangga kami. Jadi saat aku berada di tempat umum aku hanya bisa diam.
            Tapi semua berubah saat aku bertemu dengan anak bernama Ryuzaki Hikaru. Saat kami kelas 2 SMP secara tidak sengaja aku sebangku dengan dia. “Hai, namaku Ryuzaki Hikaru. Kamu?” “Aku... Aku Kyon Jiyoun” Memang, namaku terasa aneh jika ditulis menggunaka bahasa Jepang. “Oh, kau berasal dari Korea? Aku mengagumi kota itu.” Rupanya Ryuzaki-san membuatku agar aku nyaman bersamanya, tapi aku hanya bisa tersenyum memaksa. “Wah, kelihatannya kau tidak banyak bicara ya?” Ryuzaki tampak heran. “Padahal rupamu sudah tampan, dan kau kelihatan kawaii (lucu, manis, imut). Ryuzaki mencubit pipiku. “Itta ! (Aduh, sakit)” Aku meringis.
            Semenjak saat itu, aku pun jadi sering mengekor Hikaru, bahkan saat Hikaru berlatih basket. Ya, dia memang mengikuti klub bola basket, menurutku dia terbilang cukup bagus saat bermain basket, bahkan sepertinya dia mempunyai fans club sendiri. Memang sih, kulit Hikaru yang agak coklat terbakar sinar matahari memang mempesona, ditambah dengan senyumnya yang menawan tidak heran banyak perempuan di sekolah ini yang ingin menjadi kekasihnya. Sementara aku, hanya cowok putih pucat dan pendek yang dianggap seperti adiknya sendiri. Mungkin banyak sekali perempuan yang ingin menempati posisiku ini.
            “Nee, Kyon” Panggil Hikaru saat aku sedang melamun. “Doushita? (Ada apa?)” Tanyaku. “Saat lulus SMP, kau ingin melanjutkan ke sekolah mana?” “Hmm... Wakaranai (Tidak tahu). Bagaimana denganmu?” Tanyaku balik. “Bagaimana kau ikut denganku mendaftar di SMA Toriya? SMA itu bagus kok, tetapi lokasinya agak jauh sih dari rumahku dan rumahmu.” “Tapi kau mendaftar di sana kan? Kalau begitu aku akan ikut denganmu.” Walau bagaimanapun, aku tidak ingin kehilangan sahabat pertamaku. Hikaru pun tersenyum dan kami pun melakukan salam rahasia kami.
            Kami pun akhirnya diterima di SMA Toriya, SMA dambaan Hikaru. “Rupanya Hikaru terlambat. Salahnya sendiri mendambakan SMA yang jauh dari rumahnya.” Batinku. Karena Hikaru terlalu lama, akhirnya aku memasuki sekolah ini tanpa Hikaru.
            Kelas 1-C, dan bersama Hikaru. Yes! Untung saja tuhan tidak memisahkan aku dari Hikaru ini. Aku pun segera menuju kelas 1-C tersebut.
            “Sumimasen...” Aku melihat seseorang perempuan manis sedang berbincang dengan cowok tampan. Pacarnyakah? “Bolehkah aku duduk di sini?” Tanyaku. Gadis ini tersenyum “Dozo.”. Ah, aku tidak akan melupakan senyum dari gadis manis berambut hitam sepundak ini. “Oh ya, perkenalkan namaku Ai. Kamu?” Dia mengulurkan tangannya. Aku menyambut uluran tangannya. “Aku Kwon Ji Young” Ups, gara-gara grogi aku menyebutkan namaku dalam bahasa Korea! “Oh, kau berasal dari Korea, kebetulan aku dan Yi berasal dari Korea juga!” Dia tampak sangat gembira.
            Akhirnya Hikaru pun datang. “Oh, Hikaru. Sini!” Aku melambaikan tanganku agar Hikaru tahu. “Oh hai, namaku Ai, kamu?” “Oh, namaku Ryuzaki Hikaru.” Hikaru memperlihatkan senyum mautnya. Dia pun segera duduk di sebelahku.
            Di saat kami berada di kelas, kami melakukan hal-hal yang lucu. Entah kenapa aku mulai menyukai teman-temanku, terutama seorang anak perempuan yang bernama Ai itu. Matanya yang agak sipit diam-diam menyembunyikan mata coklatnya yang benar-benar berwarna seperti permen coklat, pipinya yang chubby, dan rambut bergelombang hitamnya yang sepundak itu, membuatku tersenyum-senyum sendiri saat dalam perjalanan pulang.
            “Hey, apa kau masih waras?” Tiba-tiba ada suara yang membuyarkan lamunanku, dan suara itu berasal dari pita suara Hikaru. Oh, aku terlalu banyak melamun sehingga aku tidak menyadari bahwa aku telah berada di dalam rumah Hikaru. “Sebenarnya apa yang sedang kau pikirkan sehingga seluruh ceritaku hanya kau abaikan saja?” Hikaru penasaran. Kurasa ... Aku telah jatuh cinta pada Ai ...”
Kwon POV End

Bersambung

Pemberitahuan

Maaf, tapi untuk perhatian di part II dan III ada sedikit perubahan. Terima kasih telah menyimak ceritaku ini. Arigatou Gozaimasu~~~

Jumat, 28 Juni 2013

The Day We Met part V

Hari pun sudah semakin larut. Kami pun akhirnya pulang untuk berganti baju. Aku memakai dress berwarna biru gelap. Sudah lama aku tidak memakai dress kesukaanku ini. Aku segera memakai parfum bungaku dan segera turun ke bawah karena Eomma sudah memanggil.
            Walaupun restoran itu dekat dengan stasiun, tetapi kualitas restoran itu terbilang cukup bagus. Kami memesan yakiniku. Kami makan dengan lahap sekali.
            Tiba-tiba Handphone Eomma berbunyi. “Moshi moshi? (Hallo?) ... Ah, sekarang? Aku tidak bisa ... Masalahnya sepenting apa sih? ... Yasudah, tunggu saya” Eomma pun segera menutup teleponnya. “Pa, di Kantor ada rapat mendadak.” “Apa? Semalam ini?” Appa terkejut. “Tidak tahu, tapi katanya ini sangat penting.” “Apa Eomma perlu diantar?” Tawar Appa. “Tidak usah. Aku ke Stasiun dulu. Dah, Ai” Eomma mencium pipiku.
            Tidak lama kemudian, Handphone Appa berbunyi. “Moshi moshi? ... Ah, saya sedang sibuk. Apakah sepenting itu? ... Baik, baik. Saya ke sana segera” Appa pun menutup telepon. “Aku ada rapat juga. Kalian pulang sendiri. Young, ini kunci mobil Appa. Kamu yang mengantar adik-adikmu pulang ya.” Appa menyerahkan kuncinya ke Young-oppa.
            “Lo, aku kehabisan niku ! (daging)” Seru Dae-oppa. “Hyung, bagi niku dong.” Dae-oppa melihat daging Young-oppa yang menumpuk. “Yada ! (Tidak mau)” Young-oppa menjauhkan piringnya dari jangkauan Dae-oppa. ”Apakah kau masih marah karena aku mendapatkan ikan yang lebih besar darimu?” Tanya Dae-oppa. “Tidak, aku masih marah karena kau mendapatkan sandwhich yang lebih besar dariku.” “Ayolah, hyung. Aku kan sudah bekerja keras membantu membersihkan mobil Appa.” Dae-oppa membela dirinya sendiri.
            “Sebenarnya, aku sudah tahu kalo akhinya pasti begini.” Tiba-tiba Young-oppa berkata begitu saat kami dalam perjalanan pulang. “Seperti apa, oppa?” Tanyaku penasaran. “Yah, seperti ini. Appa dan Eomma pasti meninggalkan kita pada saat kita mulai bersenang-senang.” Jawab Young-oppa. “Padahal aku sudah menyewa beberapa film agar kita bisa nonton bareng.” Dae-oppa rupanya juga kecewa. “Yasudah, bagaimana kalau kita liat sendiri saja? Aku akan menyiapkan popcornnya?” Ideku yang disambut oleh anggukan setuju oleh kakak-kakakku.
*
            Gara-gara keasyikan liat film bersama kakak-kakakku, akhirnya aku tidur larut malam dan bangun agak terlambat besoknya. Yah, setidaknya ini sudah liburan musim panas bukan? Tapi, tunggu. Hey, bukankah aku dan teman-temanku mengajakku jalan-jalan pada hari ini?
            Dengan keadaan mata masih sipit akibat baru bangun tidur, cepat-cepat aku membuka handphoneku. Masih belum ada SMS, untung saja. Tetapi beberapa menit kemudian, nada dering SMSku pun berbunyi.

Dari : Hikaru

Untuk : Ai

Subject : Hang Out

Ai, kamu mau ikut kita jalan-jalan tidak? Kwon dan Yi sudah aku tanya, dan mereka bisa. Yui tidak bisa karena ada acara keluarga. Kalau kamu jadi, datanglah ke stasiun pukul 10 tepat.


            Seketika aku melihat jam. Pukul 9 lebih 15. Aku pun bergegas turun untuk segera mandi.
            Jam 10 kurang 5, aku sudah siap dengan t-shirt dan rok pendekku. “Oppa, aku mau pergi dulu ya. Ittekimasu (Aku pergi)” Aku meminta ijin pada kakak-kakakku. Tidak ada jawaban. Aku segera mengecek kamar tidur mereka. “Mattaku (Ya ampun), mereka masih tidur -_-“ Batinku. Akhirnya aku segera memakai sendalku dan berangkat.
*
            “Hey, minna ! (Hei, semua!)” Sapaku ketika aku melihat yang lain sudah berkumpul. “Aku lama tidak? Gomenne (Maaf)” Aku minta maaf. “Ah, tidak. Kau tidak begitu lama kok.” Jawab Kwon sambil tersenyum. “Ah, sudahlah, ayo cepat berangkat” Ajak Hikaru sambil menjitak kepala Kwon.
            Pertama kami mengunjungi pusat perbelanjaan yang menurut kami harganya bersahabat di kantong kami. Aku dan Yi membeli beberapa baju, sementara Kwon dan Hikaru membeli sweater.
            Kami pun akhirnya ke Game Center. Tapi tiba-tiba aku teringat sesuatu. “Eh, Hikaru. Aku pergi bentar ya.” Ijinku. Hikaru hanya mengangguk. Aku pun segera pergi.
            “Hei, chotto matte! (Tunggu sebentar)” Yi mengejarku. “Kenapa?” Tanyaku. “Kau mau kemana?” Tanyanya. “Oh, kau belum tahu?” Tanyaku lagi. “Tentang apa? Beritahu aku dong.” Yi pun penasaran. “Yasudah, nanti aku beritahu. Tapi temani aku beli jam tangan dulu ya.”
            “Sebenarnya seminggu lagi Hikaru mau pindah ke Amerika. Jadi aku ingin membelikan jam tangan sebagai kenang-kenangan.” Ceritaku. “Oh, aku mengerti. Aku juga ingin membelikannya sesuatu. Temani aku ya?” Ajak Yi. Aku pun hanya mengangguk tanda setuju. “Sayang sekali Yui tidak bisa hadir. Padahal dia dan Hikaru kan cukup dekat.” Yi menambahkan. Akhirnya Yi pun membelikan Hikaru sebuah Headphone.
*
            Setelah puas berbelanja di pusat perbelanjaan, kami pun mampir sebentar di taman favorit kami Taman ini sebenarnya sederhana, hanya sebuah padang rumput yang terbilang cukup luas. Kami menemukan padang rumput ini sekitar 2 bulan yang lalu. Setiap kami kesini entah kenapa kami merasa tenang.
            “Jadi begini teman-teman, sebenarnya seminggu lagi aku akan pindah ke Amerika. Tapi aku tidak berani mengatakan padamu, Kwon. Aku takut kamu tidak punya teman saat aku tidak ada. Tapi sekarang aku bahagia karena kamu akhirnya bisa berbaur.” Ujar Hikaru sambil mengelus kepala Kwon. Kwon dan Hikaru memang seperti saudara. “Sebenarnya aku sudah tahu, dari mamamu hahahaha. Maka dari itu aku berusaha membaur dengan teman-teman yang lain. Ini, sederhana sih. Semoga kamu suka.” Kwon memberikan sebuah bingkisan. Hikaru segera membuka bingkisan tersebut, isinya 2 buah handband. “Wah, ini bagus sekali. Akan aku pakai setiap hari.” Hikaru pun segera memakainya. “Ini dari kami juga.”  Aku dan Yi memberikan bingkisan kami. “Wah, terima kasih semuanya. Aku jadi tidak ingin pindah nih.” Hikaru terharu. Kami pun bersenang-senang.
            Keesokan Harinya
            “Ini buat kamu.” Hikaru memberikan sebatang coklat ke Yui. “Gomennasai (Maafkan Aku), aku tidak bisa hadir. Ai memberitahuku kalau kamu mau pindah ke Amerika. Maafkan aku. Ini.” Yui memberikan Hikaru sebuah MP3. “Wah, rupanya kau dan Ri (Di Jepang tidak ada pengucapan “L”) sudah janjian ya? Kemarin Ri sudah memberikan headphonennya hahaha.” Canda Hikaru. Seketika muka Yui memerah. “Ini coklat buatmu, soalnya kamu tidak ikut kami bersenang-senang dengan kami sih.” Yi tiba-tiba berdiri di sebelah Hikaru tersenyum ke Yui. Yui yang sudah salting segera menerima coklat dari Hikaru. “Arigatou, Hikaru. (Terima Kasih, Hikaru.)”
            Seminggu Kemudian
            “Yiiiiiii, ayo cepeeeeet. Nanti keburu Hikaru berangkat looo!” Seperti biasa, aku berteriak di depan rumah keluarga Lee. Kepala Yi menyembul dari jendela atas. “Tunggu sebentar, celana jeansku hilang nih !” Yi berteriak dari atas. “Iya, aku bisa menunggumu. Tapi Hikaru tidak akan menunggumu, Yi. Pakailah celana yang lain saja!” Balasku. Tak berapa lama kemudian Yi datang dengan memakai celana jeans pendek selutut. “Katanya terserah.” Jawabnya polos ketika kutanyai kenapa pakai celana itu.

            Saat tiba di bandara, ternyata kami sedikit terlambat. Kwon dan Yui sudah berkumpul di sana. Hikaru pun sudah di sana denga berpakaian rapi. “Oh, rupanya kalian. Kenapa kalian terlambat sekali?” Kwon memarahi kami, Hikaru dan Yui hanya tertawa. “Gara-gara Yi nih, lama banget -_-“ Aku menunjuk Yi. “Hii... Salahkan celana jeansku, kenapa pakai menghilang segala.” Yi tidak mau kalah. “Sudahlah. Yi, jaga mereka bertiga ya?” Hikaru menepuk pundak Yi. Yi hanya mengacungkan jempol. “Dan Ai, my really best friend. Tetep buat Kwon dan Yui menjadi lebih supel lagi ya?” Hikaru memelukku. “Serahkan saja padaku.” Hikaru segera melepas pelukannya. “Sebaiknya kita tidak berpelukan, nanti ada yang cemburu lo.” Hikaru melirik Kwon. Seketika Kwon melotot. “Oh ya, Kwon. Jangan lupa menguta...” Belum sempat Hikaru menyelesaikan kalimatnya, mulutnya sudah disumpal oleh Kwon. “Sudah ah, byee~ Musim panas tahun depan aku pasti kesini lagi!” Hikaru masuk ke pintu bandara menyusul orang tuanya yang sudah menunggu.

Bersambung

Kamis, 27 Juni 2013

The Day We Met part IV

“Ai, kenapa dari tadi melamun?” Yi membuyarkan lamunanku. “Ah, gomen (maaf). Aku jadi ingat musim panas 2 tahun yang lalu hehehe” Aku tersipu malu. “Jangan flashback dong. Kamu bahkan tidak mengetahui nama dari cowok yang kamu sukai. Dasar.” Yi hanya tertawa.
            Aku sedang menonton TV bersama Dae-oppa ketika Handphoneku berbunyi. Dari Hikaru.

Dari : Hikaru

Untuk : Ai

Subject : Rencana musim panas

Ai, jangan bilang Kwon ya. Sebenarnya musim panas ini aku akan pindah rumah. Aku akan pindah ke Amerika Serikat dengan orangtuaku. Orangtuaku harus dipindah tugaskan disana. Aku takut Kwon jadi seperti dulu, yang tidak bisa berbaur lagi.


            Aku segera membalas SMS tersebut

Dari : Ai

Untuk : Hikaru

Subject : Re : (Rencana musim panas)

Kamu jangan main rahasia-rahasiaan dong dengan Kwon. Kau tahu kan wajahnya tadi saat kau menggodanya? Mungkin sebaiknya kau menjauhinya sedikit demi sedikit agar dia bisa berbaur. Lalu setelah dia bisa berbaur kau katakan sebenarnya. Itu sih saranku.


            Aku segera mengirim pesan itu. Tak beberapa lama kemudian

Dari : Hikaru

Untuk : Ai

Subject : Re : (Re : (Rencana musim panas))

Sepertinya kamu benar. Ternyata memang benar jika aku curhat kepadamu. Okay, aku akan melakukannya besok. Bye ~


            Aku pun menutup Handphoneku dan kembali menyimak TV.
            “Tadaima~” Tiba-tiba datang 2 orang ke rumahku. “Ayah! Ibu! Okaeri! Tumben kalian datang lebih cepat daripada biasanya!” Aku tersenyum gembira. “Iya, hari ini kan Hari Jum’at. Jadi kami bisa pulang lebih cepat.” Ibu mengecup pipiku. “Oh iya, karena Young sudah bekerja keras, bagaimana besok kalau kita jalan-jalan? Sudah lama kita tidak hang out bareng” Ujar ayah. “Ide yang bagus yah. Bagaimana kalau kita makan di restoran baru itu, lagipula kata teman-temanku makanannya tidak terlalu buruk kok.” Kata Dae-oppa. “Hmm... Ide bagus. Tapi bagaimana kalau sebelumnya kita piknik dulu? Kebetulan Eomma habis dapat resep kue baru nih.” Eomma menambahkan. “Oh, kalau begitu aku juga ingin bantu dong.” Young-oppa menawarkan bantuan pada Eomma. “Ai, juga mau bantu!” Aku pun menambahkan.
            Hari sudah semakin malam, aku dan seluruh anggota keluargaku mulai beranjak ke kamar tidur. Aku segera menyikat gigiku dan bersiap untuk belajar sebentar. Tiba-tiba hapeku berbunyi.

Dari : Hikaru

Untuk : Ai

Subject : Hang Out

Hey Ai, maaf ganggu. Tapi bisakah kau dan Yi bisa ikut kami piknik besok? Sekalian pesta perpisahan dariku. Kau lihat sendiri kan kalau Jiyoung sudah bisa berbaur? Balas secepatnya yaaa

           
            Aku pun membalas

Dari : Ai

Untuk : Hikaru

Subject : Re : (Hang out)

Maaf sekali Hikaru, tapi aku tidak bisa ikut besok. Keluargaku mengadakan piknik. Kalau besok Minggu mungkin aku bisa. Sekali lagi aku minta maaf ><


            Aku menunggu balasan SMS Hikaru, dan ternyata dia tidak menjawab. “Ah, sudahlah, mungkin dia sudah tidur.” Batinku. Aku pun menarik selimutku dan terlelap.
            “Rise and Shine, My Dear~” Ibuku membangunkanku sambil membuka jendelaku. Mataku menyipit terkena sinar matahari. “Ayo ayo cepat bangun. Nanti bantu ibu menyiapkan bekal piknik kita” Ibu tersenyum kepadaku. Entah kenapa tiba-tiba kantukku hilang dan akhirnya aku segera pergi ke bawah untu bersiap-siap.
            Setelah membantu ibu dan Young-oppa menyiapkan bekal, aku segera berganti baju. Baju ini sudah aku siapkan dari kemarin. Kemeja putih polos dengan rok pendek jeans warna biru tua. Tidak lupa juga dengan topi musim panasku. Aku pun mengganti baju tidurku dengan pakaian anggun itu. Tidak lupa juga aku memasukkan kemejaku di dalam rokku. Aku juga mengambil tas kecil untuk memasukkan baang-barang pribadiku.
            “Baiklah, aku sudah siap~” Aku segera turun. Ternyata seluruh keluargaku sudah siap dengan baju liburan mereka. Papa memakai T-Shirt putih dengan celana jeans yang telah dipotong hingga paha. Ibu memakai blouse sepaha berwarna putih dengan sabuk berwarna hitam. Young-oppa memakai kemeja putih dan celana jeans panjang, sementara Dae-oppa memakai T-shirt berwana putih dan celana pendek hitam. “Yah, kurasa semua sudah siap.” Papa tersenyum. “Ya, dan aku juga sudah membantu papa membersihkan mobil. Jadi bukan kalian saja yang bekerja hahaha” Dae-oppa tertawa. Memang sih, aku pikir Dae-oppa tidak ikut membantu mama menyiapkan bekal.
            Kami memilih rekreasi di tempat pemancingan milik papa. Sebenarnya papa punya tempat pemancingan, namun karena papa sibuk, tempat pemancingan ini dikelola oleh teman papa dan dijadikan tempat pemancingan umum. Tapi khusus hari ini tempat ini ditutup karena kami menyewanya.
            “Pa, lihat! Aku dapat ikan besar !” Seru Dae-oppa. “Wah, iya besar!” Papa memperhatikan ikan hasil tangkapan Dae-oppa. Papa pun melepaskan kail dari mulut ikan dan melepasnya lagi. Kami tidak berniat untuk memakannya karena malam nanti kami akan mencoba restoran baru yang diceritakan oleh Dae-oppa.
            “Wah, Dae curang ! Ikan yang besar, sementara aku hanya kedapatan ikan kecil” Young-oppa nampaknya kesal melihat adik laki-lakinya selalu mendapat ikan besar sementara dia hanya kedapatan ikan kecil. Aku hanya bisa tertawa.
            Setelah kami bersenang-senang, ibu pun memanggil kami untuk makan snack yang sudah disediakan dari rumah. Setelah kami cuci tangan, kami pun menikmati sandwhich bikinanku, ibu, dan Young-oppa. “Itadakimasu~! (Selamat Makan!)”
            Selesai makan, tiba-tiba aku mendapat pesan

Dari : Hikaru

Untuk : Ai

Subject : Re : (Re : Hang Out)


Gomen (Maaf), baru bisa balas sekarang. Oke, besok Minggu kita bertemu di stasiun ya :D Selamat bersenang-senang ~


Bersambung ...

By :
Free Blog Templates