Rabu, 03 Juli 2013

The Day We Met Part IX

Ai’s POV
Keesokan Harinya
            Aku berangkat sekolah dengan semangat. Yi tidak bersamaku, karena dia berencana untuk mencemput Yui hari ini. Padahal dia sendiri selalu aku tungguin. Ah, sudahlah, hari ini murid baru ini akan datang~
            Saat sampai di sekolah, aku menemukan Yi dan Yui sudah ada di kelas. “Wah, tumben sekali kau datang duluan?” Aku menepuk punggung Yi. “Ya dong, aku kan rajin~” Yi membusungkan dadanya. “Rajin kalo ada maunya.” Aku mencibir yang dibalas oleh jitakan langsung dari tangan Yi. Tak lama kemudian bel masuk pun berbunyi dan kami bersiap-siap untuk menerima pelajaran.
            Tak lama kemudian, ada seseorang mengetuk pintu. Nodoka sensei yang mengajar sejarah sekaligus wali kelas kami pun mempersilahkan untuk masuk. “Selamat pagi, anak-anak.” Kepala sekolah pun datang membawa seorang anak cowok yang... Oh My God, dia sangat keren sekali! Tubuhnya yang tinggi dan tegap, rambutnya yang kaku, matanya yang tajam setajam silet, pipinya yang tirus dan dan bibirnya yang tipis sangat sempurna. “Namaku Choi Seung Hyun. Yoroshiku Onegaishimasu (Mohon Bantuannya).” Choi membungkukkan badannya. Oh my... Suaranya sangat berat membuatnya semakin sempurna. Tapi, kenapa aku merasa dia tidak asing lagi ya? “Yi, dia sangat keren ya?” Bisikku pada Yi.
            Choi pun akhirnya duduk di sebelah Kwon, tepat di depanku. Choi dan Kwon pun melakukan high five dengan Kwon. Setelah Kepala sekolah pergi, Nodoka Sensei pun melanjutkan pelajarannya. “Nah, baik-baiklah kalian pada Choi-san ya.”
            Aku pun menyolek pundak Choi. “Namaku Ai.” Aku mengulurkan tanganku setelah Choi menoleh padaku. Dia hanya melihatku dan tersenyum mengejek. “Aku tidak peduli.” Dia pun menoleh lagi ke depan. “Huh, dasar. Sifatnya dingin sedingin salju!” Aku berbisik pada Yi.
*
            “Huh, aku benci pada anak itu! Penampilannya saja yang keren, tapi sifatnya melebihi dinginnya salju!” Aku curhat pada Yi sepulang sekolah. “Tadi saja saat sensei menulis rumus di papan tulis, aku suruh dia merunduk, tetapi dia hanya menjulurkan lidah dan bilang tidak mau. Sadar nggak sih dia tingginya seperti tiang, aku jadi tidak kelihatan papan tulisnya!” Aku melanjutkan marahku, Yi hanya diam. “Padahal siapa yang tadi membisikkanku kalau dia keren.”
*
            “Tadaima~” Aku berjalan lesu. “Yo, Ai. Bagaimana anak barunya?” Dae-oppa yang sedang makan menyambutku. Aku membanting badanku di bantal kursi, tetapi aku salah perhitungan antara bantal duduk dan bagian belakangku, sehingga aku membanting tubuhku di lantai. “Itta!!” Aku berseru kesakitan. “Ai-chan, daijoubu?” Young-oppa yang sedang di dapur mendengar teriakanku. “Rupanya dia telah merusak tulang ekornya, hyung~” Dae-oppa tertawa terbahak-bahak.
            “Jadi, bagaimana anak barunya, Ai-chan?” Young-oppa duduk di hadapanku setelah menyiapkan nasi makan siangku. “Uh, dia sangat menyebalkan. Saat perkenalan, kulihat sepertinya dia pria yang sangat sopan dan keren, tetapi saat dia duduk, sifatnya berubah 180 derajat! Dia sangat dingin, dan sombong. Pokoknya aku membencinya!” Aku segera menghabiskan makananku. Memang, kalau aku sedang marah, aku suka terburu-buru dalam melakukan sesuatu, seperti makan. Tapi akibatnya, aku tersedak dan terbatuk-batuk. Young-oppa langsung cemas dan langsung mengambilkanku minum. “Tapi, bisa saja lo, kamu bilang benci ke dia, tapi lama-kelamaan pasti suka. Minji saja dulu benci aku, tapi sekarang?” Dae-oppa menunjukkan muka serius. Deg, kenapa tiba-tiba jantungku berdebar sangat kencang ya?
*
            “Dasar tiang! Merunduk sedikit dong! Aku tidak bisa melihat apa-apa nih!” Aku memukul pundak Choi. “Yang namanya tiang pasti kaku lah, mana bisa merunduk. Makanya, otak dibesarin juga, jangan pipi doang hahaha.” Choi kembali menunjukkan senyum mrngejeknya. “Uh, aku benci dirimu!” Aku pun maju ke depan untuk mencatat semua tulisan yang ada di papan tulis.
            Tapi jujur saja, ketika aku dipermainkan seperti itu, entah kenapa setelah itu aku tersenyum sendiri. Memang sih, hanya aku yang selalu dipermainkan, sementara dengan cewek lain dia selalu menggunakan bahasa resmi. Bahkan gara-gara dia selalu memakai bahasa resmi, dia mempunyai fans yang isinya hampir seluruh cewek di sekolah ini. Apa mungkin dengan menjahiliku, dia ingin dekat denganku? Ah, sudahlah, cowok memang susah ditebak. Lho, aku mulai senyum-senyum sendiri lagi.
            Saat istirahat tiba, aku tidak ke kantin. Aku mengcopy semua catatan sejarah dari buku Yi. Gara-gara Choi tidak mau merunduk, aku jadi ketinggalan seluruh pelajaran. “Yi, sepertinya kau harus belajar menulis lagi deh. Tulisanmu benar-benar parah!” Seruku. “Kamu itu, kalau pinjam terima sajalah. Kamu mau titip sesuatu? Aku dan teman-teman ingin ke kantin.” Yi segera merangku Yui, Yui tersipu. “Hmm... Terserah kamu sajalah. Yang penting minumnya yang dingin ya.” Aku menunjukkan senyum terlebarku. “Kamu ini, ini musim dingin, mana ada yang jual minuman dingin. Aku belikan kau coklat panas saja. Ayo, Kwon, Yui.” Yi mengajak Kwon dan Yui untuk ke kantin. “Kalau tulisannya semakin tidak bisa dibaca, kamu boleh meminjam punyaku kok. Punyaku ada di meja.” Kwon tersenyum kepadaku. Aku hanya tersenyum dan mengangguk.
            “Kasihan, kau tidak bisa mengisi perut besarmu itu.” Tiba-tiba aku dan Choi duduk berhadapan, dia menopangkan dagunya di mejaku. “Memang ini gara-gara siapa?” Aku mendengus, Choi hanya tersenyum. “Memang kamu tidak ke kantin dengan yang lain?” Tanyaku. Dia hanya menggeleng. “Aku sedang dalam diet khusus.” Katanya tertawa. “Kau sudah kurus, Choi. Sekali-kali makan banyak tidak apa-apa kan?” Aku mencibir. Dia tersenyum lagi sambil mencubit hidungku. “Aku bukan tipe orang yang suka membesarkan perut sepertimu, baka (bodoh).” Dia kembali tertawa. “Aduh, sakit tau! Udah gitu aku capek banget nih nulis segitu banyaknya.” Aku melepaskan pensilku untuk mengistirahatkan tanganku, tapi tiba-tiba Choi mengambil pensilku dan bukuku. “Kamu pergilah ke kantin, nanti kalau jarimu menciut seperti nenek-nenek aku juga yang disalahkan.” Dia melanjutkan catatanku. “Arigatou Choi tiang~” Aku bergegas pergi.
            Kalian tahu, kenapa aku bergegas pergi? Karena jantungku berdebar ketika Choi mengambil buku dan pensilku. Benar deh, cowok itu memang susah ditebak, kadang nakal, kadang baik..,
            “Hei, Ai.” Haru-chan menyapaku. “Kenapa kau senyum-senyum sendiri?” Tanya Haru-chan heran. “Ah... Nandemonai.” Aku gugup. “Oh iya, hari ini aku dan Natsuo-chan mau pergi ke pusat perbelanjaan, kebetulan mantel kami sama-sama rusak. Kamu dan Yui bisa ikut? Nanti kita beli milk shake sepulang dari sana.” Haru mengajakku.”Milk Shake, kebetulan aku ingin milk shake. Aku ikut! Nanti Yui aku kabari. Terima kasih telah mengajakku.” Aku, Haru, dan Natsuo tersenyum.
            Aku pun melihat Yui, Yi dan Kwon sedang berjalan sambil membawa pesananku. “Wah, padahal baru saja aku ingin menjemput kalian.” Aku segera mengambil pesananku dari tangan Yi. “Bagaimana catatanmu? Apa sudah selesai?” Tanya Kwon. “Ehm, tadi Choi yang melanjutkan, jadi aku bisa menjemput kalian. Eh, trus diajak mengobrol sama Haru-chan. Oiya, Yui. Pulang sekolah nanti mau ikut aku, Haru dan Natsuo pergi ke pusat perbelanjaan?” Aku menanyai Yui. “Hmm, selama Ai ikut, aku akan ikut.” Yui tersenyum manis.
            Aku pun kembali ke mejaku dan segera memakan makanan yang dibelikan oleh Yi. Dan aku pun melihat Choi yang sedang tertidur di mejanya. “Sudah selesai, Choi?” Tanyaku, dia hanya mengangguk. “Aku capek.” “Terima kasih, Choi tiang.” Aku segera memasukkan bukuku di tasku. Tapi... “Choi, kau tahu dimana pensilku?” Aku menyolek punggung Choi. “Maafkan aku, tadi pensil itu jatuh, terus aku tidak tahu keberadaannya. Jadi aku mengganti pensilmu dengan kepunyaanku.” Dia menunjuk kotak pensilku. Aku segera melihat isi kotak pensilku. “Choi Baka! Pensil biruku itu hadiah dari ibuku! Tapi kenapa kau menggantinya dengan warna hijau! Aku benci warna hijau! Aku benci Choi!” Marahku.
           
Bersambung ...

Selasa, 02 Juli 2013

The Day We Met Part VIII

Musim dingin hampir tiba. Sudah beberapa bulan ini Kwon tidak memiliki teman sebangku, tapi untunglah ajaranku dan Hikaru tentang membuat Kwon menjadi supel bekerja, sekarang Kwon mempunyai beberapa teman.
            “Hey, aku ingin mengatakan sesuatu.” Sekarang kami sedang berada di padang rumput favorit kami. Walaupun sekarang musim gugur tetapi tempat ini masih terlihat indah. “Apa?” Aku penasaran. “Saat musim dingin, sepupuku dari Korea aka pindah ke sini, dan dia berencana melanjutkan sekolah di sekolah kita.” Kwon tampak senang. “Wah, Kwon, akhirnya kau tidak sendiri lagi. Kalau boleh tahu namanya siapa? Cewek atau cowok? Penampilannya bagaimana?” Aku menghujani Kwon dengan berbagai pertanyaan. “Ehm.. Cowok, aku lupa dengan namanya, yang aku ingat hanya nama keluarganya Choi. Aku tidak begitu mengerti penampilannya. Aku saja terakhir melihatnya pada saat kita SD.” Jawab Kwon. “Kok bisa?” Rupanya Yui juga penasaran. “Iya, habisnya keluarga mereka sangat tertutup sih, bahkan dengan keluarganya sendiri.” Keluh Kwon. Bicara tentang tertutup .... Ah, sudahlah.
            “Tadaima~” Aku segera melepas sepatuku dan menaruhnya di rak sepatu. “Ah, okaeri Ai-chan~” Sambut Young-oppa dari dapur. Hari ini aku masak Chicken Katsu kesukaanmu nih. Kamu mau makan sekarang?” “Tidak usah, oppa. Aku ingi tidur saja, aku capek.” Aku pun ke atas agar aku bisa segera tidur siang.
            “Ai...” Aku mencari sumber suara itu. “Ai...” Suara itu semakin mendekat. “Siapa kamu?” Aku ketakutan. Oppa, tolong aku!” “Tenang, ini hanya aku.” Tiba-tiba datang seorang laki-laki yang tidak asing lagi. Tunggu, bukankah dia ... “Kau... Cowok yang kuberi kancing pada saat kelas 3 SMP?” Tidak salah lagi, dia pasti cowok tertutup itu, cowok tertutup yang menjadi cinta pertamaku itu!
            Dia hanya mengangguk. “Mulai sekarang aku akan selalu dekat denganmu, tetapi ingat, hanya sebentar saja ya?” Cowok itu menggapai tanganku dan mengecup punggung tanganku. “Maksudmu apa? Hey, tunggu ...”
            Aku pun terbangun. Napasku ngos-ngosan. “Fiuh, ternyata Cuma mimpi.” Batinku. Tapi, kenapa ya aku memimpikan dia lagi? Aku pun melihat jam dinding. Jam 2, sebaiknya aku makan siang saja. Dan aku pun turun untuk mengambil makan siangku.
            “Aku tidak mengerti bagian ini.” Terdengar suara Young-oppa. Mungkin ada seorang tamu. “Oh, begini caranya...” Terdengar suara seseorang, sepertinya cewek. “Oh, hai Ai. Sudah bangun?” Young-oppa melihatku dan tersenyum kepadaku. Rupanya suara cewek itu milik Dara-unnie. “Hai, Oppa, unnie. Ngapain sih?” Aku pun memasuki ruang tamu untuk melihat apa yang dilakukan oleh kakakku. “Oh, ini. Oppamu ini sangat lemah dalam hal matematika, jadi aku ke sini untuk mengajarinya, sekalian aku ingin melihatmu lagi.” Dara-unnie tersenyum padaku. “Kalau begitu, aku makan dulu ya. Oppa, chicken katsunya masih ada?” Tanyaku. Oppa hanya mengangguk. “Oh ya, aku memberimu sebuah es krim.” Dara-unnie menambahkan. “Arigatou, unnie~”
*
            Musim dingin pun tiba, hari ini mungkin memasuki hari kedua. Tapi sialnya sekolah tidak libur, tetapi kami hanya diberi libur 7 hari, dari natal hingga tahun baru. Dan aku tidak tahu kenapa cowok tertutup alias cinta pertamaku selalu datang di mimpiku, baik tidur siang maupun tidur malam.
“Hah, padahal aku ingin jalan-jalan ke pusat perbelanjaan, membeli sweater baru.” Keluhku pada Yi. “Padahal aku ingin mengajak Yui jalan-jalan.” “Dasar, Yui saja yang ada di pikiranmu.
            Hari ini kami tidak pergi ke padang rumput seperti biasa, melainkan kami hanya berbincang-bincang di kelas saja, karena kelas kami mempunyai penghangat ruangan sendiri, jadi kami memanfaat fasilitas ini untuk menghangatkan diri sendiri. “Eh, besok saudaraku akan mulai sekolah di sini lo.” Kwon membuka pembicaraan. “Wah, jadi tidak sabar melihat penampilannya. Memangnya bagaimana penampilannya? Apakah kau sekarang tahu siapa namanya?” Cerocosku “Hmm... Kalau tidak salah namanya Choi Seung Hyun. Menurutku dia sangat keren.” Kwon menggaruk kepalanya. “Wah, nama belakangnya sama denganmu, Yi. Mungkin dia akan bersahabat denganmu?” Aku tersenyum pada Yi. “Ha, aku tidak mau. Aku tidak seberapa kenal kok.” Yi mencibir. Aku jadi semakin penasaran ...
*
Kwon’s POV
            Hari ini adalah awal dari musim dingin. Hari ini keluarga Choi akan tiba di rumah lama mereka. Eommaku menyuruhku untuk ikut mereka untuk menyambut saudaraku. “Ngapain aku harus ikut? Aku tidak begitu akrab dengannya.” “Sudahlah, ikut Eomma saja.”
            Aku memakai tuksedo yang sudah lama disimpan oleh Eommaku dan hanya dikeluarkan pada saat acara resmi. Aku pun mengagumi rumahnya. Pastilah saudaraku kaya sekali, rumahnya saja seperti ini.
            Tidak lama kemudian saudara kami datang. Supir pun turun untuk membukakan pintu belakang, tempat keluarga Choi berada. Yang pertama turu adalah Tuan Choi, Nyonya Choi, dan anak mereka. Aku pun memperhatikan penampilannya. Dia memakai jaket hitam dan celana jeans biru gelap. Rambutnya yang kaku, matanya yang tajam, bibirnya yang tipis, pipinya yang tirus, dan tubuhnya yang tegap membuatku kagum. Tunggu, kenapa semua tipe cowok idaman Ai ada di dalam dirinya?
            Jiyoung, ini Seunghyun, saudaramu. Seunghyun, ini Jiyong, saudaramu. Dia akan menunjukkan sekolahmu besok lusa. Nyonya Choi mengenalkan anaknya padaku. “Seunghyun, mohon bantuannya.” Suaranya yang berat dan kata-katanya yang terlalu resmi, cocok seperti cowok yang diidamkan oleh Ai. “Jangan terlalu resmi. Aku Jiyoung.” Aku berusaha ramah padanya. “Maaf, aku agak tidak terbiasa. Hey, kau masih ingat bila kita selalu main pada saat kita masih kecil?” Seunghyun tersenyum padaku. “Hmm, mungkin aku sedikit lupa, maaf hehehe” Aku memang pikun. “Bagaimana kalau kita bermain game sebentar di rumahku?” Choi menepuk punggungku. “Tentu saja.”
            “Jiyoung, ayo pulang! Besok kamu harus sekolah!” Teriak Eommaku dari bawah. “Tunggu sebentar bu!” Aku balas berteriak. “Ehm... Seunghyun, terima kasih atas semuanya. Aku tidak tahu kau mempunyai semua game terbaru.” Aku mengagumi semua koleksi gamenya maupun game consolenya. “Yah, ini semua agar aku tidak bosan di rumah. Oh ya, sampai jumpa besok di sekolah ya.” Seunghyun tersenyum padaku lagi.
*
            Hari ini kami tidak berkumpul di padang rumput seperti biasanya. Fasilitas pemanas ruangan membuat sahabat-sahabatku, termasuk Ai betah di dalam kelas. “Eh, besok saudaraku akan mulai sekolah di sini lo.” Aku memulai pembicaraan. Muka Ai menunjukkan ketertarikan. “Wah, jadi tidak sabar melihat penampilannya. Memangnya bagaimana penampilannya? Apakah kau sekarang tahu siapa namanya? Cerocos Ai “Hmm... Kalau tidak salah namanya Choi Seung Hyun. Menurutku dia sangat keren.” Aku berusaha untuk tenang walaupun hatiku merasakan kecemburuan yang luar biasa, akhirnya aku hanya bisa meluapkannya melalui menggaruk kepala, padahal kepalaku tidak gatal. “Wah, nama belakangnya sama denganmu, Yi. Mungkin dia akan bersahabat denganmu?” Rupanya Ai mencoba menggoda Lee. “Ha, aku tidak mau. Aku tidak seberapa kenal kok.” Yi mencibir. Kami pun tertawa. “Semoga saja Ai benar-benar tidak mencintai Seunghyun...”

Kwon’s POV End

Bersambung

Senin, 01 Juli 2013

The Day We Met part VII

Ai’s POV
            Setelah selesai meminum habis limun kami, aku mengajak Kwon untuk mencari Yi dan Yui. Kami pun berdiri untuk memulai pencarian Yi dan Yui.
            “Kwon, aku capek nih. Mana Yi dan Yui nggak ketemu-ketemu lagi!” Aku ngos-ngosan. “Apa kamu mau istirahat di sini? Biar aku yang mencari mereka. Nanti kalau sudah ketemu aku menjemputmu.” Kwon menyuruhku istirahat. “Begini saja, biar lebih cepat bagaimana kalau kita berpencar saja? Mungkin dengan cara itu kita lebih cepat menemukan mereka?” Cetusku. “TIDAK!” Kwon menolak dan dia berteriak. Spontan saja aku kaget. “Ma ... Maafkan aku, Ai. Aku hanya tidak mau kehilangan kau, maksudku ... Kalau nanti kita menghilang bagaimana?” Kwon tampak gugup. Seketika aku pun berpikir. “Hmm... Benar juga. Yasudah, ayo kita mencari mereka berdua bersama-sama!” Aku tersenyum dan langsung menggamit Tangan Kwon.
Ai’s POV End
*
Kwon’s POV
            “Kwon, aku capek nih. Mana Yi dan Yui nggak ketemu-ketemu lagi!” Ai membungkukkan badannya sambil ngos-ngosan. Aku tidak tega melihatnya. “Apa kamu mau istirahat di sini? Biar aku yang mencari mereka. Nanti kalau sudah ketemu aku menjemputmu.” Aku menyuruhnya istirahat. Tega banget sih Lee ngumpet sampai Ai dibikin capek. “Begini saja, biar lebih cepat bagaimana kalau kita berpencar saja? Mungkin dengan cara itu kita lebih cepat menemukan mereka?” Ai memberikan sebuah ide. “TIDAK!” Spontan saja aku berteriak, entah kenapa aku melakukan ini. Dan benar saja, Ai tampak kelihatan kaget. “Ma ... Maafkan aku, Ai. Aku hanya tidak mau kehilangan kau, maksudku ... Kalau nanti kita menghilang bagaimana?” Duh, kenapa aku jadi gugup gini? “Hmm... Benar juga. Yasudah, ayo kita mencari mereka berdua bersama-sama!” Dia tersenyum dan segera menggamit lenganku.
            What? Apa aku sedang bermimpi? Dia, Ai, sedang menggamit lenganku! Tanganku serasa dipegang oleh seorang bidadari! “Kwon, kenapa tanganmu dingin?” Tanya Ai. “Eeee... Iie, nandemonai. (Tidak, tidak apa-apa)” Jawabku gugup. “Eh, aku menemukan mereka!” Serunya sambil menunjuk 2 orang yang sedang berada di bawah pohon. “Ayo kita mengintip!” Seru Ai sambil menarikku ke bawah pohon.
            “Ehm.. Yui. Sebenarnya saat kita bertemu, aku sudah suka sama kamu. Jadi, maukah kamu menjadi pacarku?” Lee tampak malu. Yui pun mengangguk pelan. “Iya, sebenarnya aku juga suka sama kamu, bahkan aku mengagumi panda eyesmu.” Pipi Yui bersemu merah, tak lama mereka pun tertawa sambil bergandengan tangan. Seketika aku melihat Ai yang sedang mengintip di bawah kepalaku. Coba aku bisa seberani Lee ...
Kwon’s POV END
*
Ai’s POV
            Saat aku menggamit tangan Kwon, entah kenapa tangan Kwon terasa dingin sekali, padahal aku merasa kepanasan. Aku pun bertanya “Kwon, kenapa tanganmu dingin?” Kwon pun kelihatan gugup “Iie, nandemonai.” Kenapa sekarang Kwon jadi sering gugup ya? Ah, mungkin perasaanku saja.
            Saat itu juga aku melihat pohon yang dulu menjadi saksi bisu saat aku pertama kali berbincang-bincang dengan cowok tertutup tersebut, dan aku melihat 2 sosok laki-laki dan perempuan. Aku rasa mereka Yi dan Yui. “Eh, aku menemukan mereka!” Seruku sambil menunjuk mereka. “Ayo kita mengintip!” Aku pun menarik Kwon menuju bawah pohon tersebut.
            “Ehm.. Yui. Sebenarnya saat kita bertemu, aku sudah suka sama kamu. Jadi, maukah kamu menjadi pacarku?” Lee tampak malu. Yui pun mengangguk pelan. “Iya, sebenarnya aku juga suka sama kamu, bahkan aku mengagumi panda eyesmu.” Pipi Yui bersemu merah, tak lama mereka pun tertawa sambil bergandengan tangan. Seketika aku kembali memikirkan cinta pertamaku yang tertutup itu. Andai kisah cintaku seperti mereka ...
*
            “Hei, kemana saja kalian? Kami sudah pusing mencari kalian tahu!” Protes Yi saat kami berjalan menemui mereka. “Kalian yang kemana saja?” Kwon pun juga ikut mengamuk. “Sudah, sudah!” Aku melerai mereka yang hampir bertengkar. “Yang penting sekarang sudah berkumpul lagi. Ayo pulang, sudah hampir larut malam nih.” Akhirnya kami pun berjalan menuju rumah masing-masing. “Oh ya Yi, Yui. Jangan lupa traktirannya ya~” Aku menggoda mereka berdua. “Hah, jadi kamu sengaja mengintip kami ya?”

            “Tadaima~” Aku segera melepas sandal kayuku dan menaruhnya di rak. “Ah, ini dia!” Seru Dae-oppa. “Ada apa, oppa?” Aku penasaran. “Sini, ikut ke ruang keluarga. Aku dan hyung ingin menunjukkanmu sesuatu~” Dae-oppa menarikku. Aku pun terkejut saat kami sampai di ruang keluarga. “Dara-unnie, Minji-unnie?” Aku terkejut. “Bagaimana? Terkejut? Hahaha, mukamu sangat lucu sekali.” Dae-oppa menertawaiku. “Aku menceritakan tentang dirimu di Dara, seketika saja dia ingin melihatmu langsung.” Young-oppa menjelaskan. “Namaku Ai.” Aku menunduk pada Dara-unnie. “Tidak usah terlalu resmi. Oh ya, kita sama-sama dari Korea juga kok.” Dara-unnie mengelus kepalaku. Ahh... Rasanya sangat nyaman sekali. “Oh ya, wajah Minji-unnie sangat mirip dengan Dae-oppa. Mungkin kalian jodoh~” Entah kenapa aku mengatakan apa yang ada di pikiranku. Minji-unnie tampak tersipu “Arigatou (Makasih), Ai.” “Sudah kubilang kan kalau Ai suka ngomong ceplas-ceplos?” Dae-oppa mencubit pipiku, mungkin dia malu juga. Semuanya pun tertawa. “Aduh, sakit tau, oppa!”

Bersambung

By :
Free Blog Templates