Selasa, 25 Juni 2013

The Day We Met Part III

Kami sudah hampir mendekati liburan musim panas. “Yi, Kwon, Hikaru, Yui. Kalian punya kegiatan saat musim panas nanti?” Aku menghampiri sahabat-sahabatku saat guru sejarah baru saja keluar. “Kami sama sekali tidak punya acara. Bagaimana denganmu, Ai?” Tanya Kwon. Oh ya, sekarang Kwon sudah bisa bergaul dengan teman-teman lain, meskipun setiap dia berbicara kepalanya selalu tertunduk. “Oh, tidak. Aku punya acara sendiri saat musim panas nanti.” Hikaru menyela. “Acara apa?” Aku penasaran. “Oh, rahasia. Bahkan Kwon tidak mengetahuinya” Jawab Hikaru sambil melirik Kwon. “Eh... Jadi sekarang kamu suka main rahasia ya? Bukankah dulu kita pernah berjanji bahwa tidak ada rahasia diantara kita.” Ujar Kwon cemberut. “Tenang saja, Ai. Nanti aku beritahu deh” Hikaru mengedipkan mata kepadaku. Aku hanya tertawa, tetapi Kwon masih saja cemberut.
            Saat perjalanan pulang, Yi hanya membicarakan tentang Yui. Yui yang manis, Yui yang sekarang lebih murah senyum, hingga Yui yang unggul dalam hal olahraga. “Eh, Ai. Bagaimana kalau setelah festival musim panas aku akan menembak Yui? Seperti kejadianmu dulu itu lo” Yi tersenyum gembira. Dan entah kenapa tiba-tiba kejadian musim panas 2 tahun yang lalu terulang lagi...
            Saat itu aku kelas 2 SMP, aku mempunyai perasaan kepada anak kelas sebelah kelasku. Aku sangat mengagumi anak ini, tetapi aku tidak mengetahui nama cowok mempesona ini. Yang aku tahu hanyalah dia siswa tertutup dan sangat tidak aktif di kelasnya.
Musim panas pun akhirnya tiba. Kebetulan saat itu ada festival musim panas di desaku. Aku, Yi, dan teman-teman SMPku yang lain bersenang-senang di sana. Tiba-tiba saja aku melihat seorang cowok yang menurutku tidak asing lagi. Ah, cowok tertutup itu... Cowok tertutup yang mempesona, cowok tertutup yang aku sukai...
            Aku masih ingat pada saat itu dia memakai T-Shirt warna abu-abu dengan dalaman berwarna hitam. Dia juga mengenakan celana jeans hitamnya. Rambutnya yang di atur dengan gel tampak mempesona, matanya yang tajam, bibirnya yang tipis, serta pipinya yang tirus, ah... Aku seperti melihat dewa saja.
            Spontan saja aku memberitahu Yi. “Yi, itu dia cowok yang aku sukai.” “Jadi, kamu benar-benar ingin menyatakan perasaanmu sekarang? Kamu kan belum persiapan, bahkan kamu belum tahu namanya!” Yi pun terkejut. “Habis di sekolah dia susah untuk ditemui sih. Ini adalah kesempatan yang bagus.” Aku pun bersemangat. Yi hanya mendesah dan mengijinkanku untuk menyatakan perasaanku.
            “Hai” Aku mencoba menyapanya. Kebetulan dia hanya diam sambil menjilat es krimnya di bawah pohon yang cukup rindang. Dia hanya melihatku. “Kenapa kamu berdiam di bawah pohon ini? Di sini kan gelap” Aku memulai percakapan. “Apakah aku mengenalmu?” Katanya dingin. “Oh, maafkan aku. Aku Ai. Letak kelasku sebelahan dengan letak kelasmu.” Aku menjawab dengan gugup. Entah kenapa dia tiba-tiba tertawa. “Hahaha... Tentu saja aku tahu namamu, Ai. Aku hanya bercanda saja.” Dia tersenyum padaku. Seketika hatiku meleleh. “Kau tahu namaku dari mana?” Tanyaku. “Kan aku memperhatikanmu setiap hari. , bukan. Kau kan populer, mana mungkin aku tidak mengenalmu. Eh, aku mau pulang dulu. Sampai jumpa” Dia kelihatan gugup. Ah sudahlah, tapi... Hey, aku belum menyatakan perasaanku !
            Akhirnya aku pun menceritakan pengalamanku pada Yi. Yi hanya tertawa. “Kasihan Ai, mau menyatakan perasaan, tapi udah keburu pergi.” Dia tertawa terpingkal-pingkal dan aku hanya cemberut. Oke, pada saat hari kelulusan tahun depan aku akan menyatakan perasaanku !
            Hari yang kutunggu pun tiba. Sebelum upacara berlangsung, aku melihat cowok tertutup itu di bawah pohon Sakura. Hingga kami meninggalkan sekolah ini aku masih saja belum mengetahui nama dari cowok tertutup itu. Aku segera menghampiri cowok itu.
            “Oh, Hai Ai” Dia menoleh padaku, aku hanya bisa tersenyum simpul. “Kenapa sih, kamu suka banget termenung di pohon?” Tanyaku penasaran. “Aku sendiri tidak tahu, aku hanya merasa tenang ketika aku berada di bawah pohon.” Dia termenung. Aku mengeluarkan sesuatu dari kantongku, sebuah kancing dari seragam SMPku.
            Di Jepang, ada sebuah tradisi tentang kancing seragam. Saat lulus sekolah, si cewek akan memberikan kancing seragamnya pada cowok yang disukainya. Jika cowok itu menerima kancing itu, berarti cinta dari cewek itu terbalaskan.
            “Ano, ini.” Aku memberikan kancing seragamku pada cowok itu. Dia tampak kebingungan. “Kau menyukaiku? Tidak kusangka cewek populer sepertimu menyukaiku.” Dia hanya tertawa sinis. “Kalau tidak mau juga tidak apa-apa kok” Aku bersiap untuk menaruh kancing itu di sakuku ketika sesuatu menghentikan tanganku. Tangan cowok itu menghentikan tanganku dan dia mengambil kancingku. “Aku sebenarnya mengagumimu, tapi aku tidak bisa bersamamu. Setelah ini aku akan pindah ke Seoul. Jadi, aku akan mengambil ini dan memberikanmu ini.” Dia melepas salah satu kancing seragamnya. Lalu dia pergi meninggalkanku. “Mana... Mana ada tradisi seperti itu !!!” Jeritku dalam hati. Dan tiba-tiba saja air mataku meleleh.

            Saat upacara pun aku hanya bisa termenung. “Ai, kenapa kau termenung? Kau tidak apa-apa?” Tanya Yi khawatir. “Aku... Aku tidak apa-apa kok” Aku berusaha untuk tersenyum.

Bersambung ...

0 komentar:

Posting Komentar

By :
Free Blog Templates