Minggu, 30 Juni 2013
“Ah,
sekolah musim panas itu meyebalkan!” Sebalku. Aku, Yui, Yi dan Kwon sedang
berada di taman favorit kami ketika kami dalam perjalanan pulang.
“Ngomong-ngomong liburan kalian apa?” Tanya Yi tiba-tiba. “Mungkin aku ke rumah
kakekku di Kyoto. Tapi mungkin tidak ikut. Aku masih sibuk dengan lesku.” Jawab
Yui. “Kalo Lee?” Tanya Yui. “Oh, aku tidak kemana-mana. Orangtuaku sibuk, dan
oneesan tidak bisa diandalkan.” Yi menundukkan mukanya. “Tenang saja, ada aku
kok!” Aku memukul punggung Yi. “Lo, Ai tidak kemana-mana?” Tanya Kwon. Aku
hanya mengangguk. “Begini, di dekat rumahku sebentar lagi diadakan festival
musim panas. Mungkin Ai ... Eh, maksudku semuanya bisa ikut bersamaku.” Kwon
menunduk, kelihatan dia malu. “Kalau Yui ikut, aku juga ikut!” Seru Yi.
“Baiklah, aku ikut saja.” Yui menambahkan.
“Aku
akan menembak Yui di festival itu, Ai! Aku jadi tidak sabar nih!” Yi berseru
saat kami dalam perjalanan pulang. “Ya, tapi sikapmu tadi agak berani juga,
mengatakan ‘kalau Yui ikut, aku juga ikut’” Aku tertawa. “Yah, kalau tidak
begitu mungkin Yui tidak ikut, aku jadi sia-sia kalau misalnya aku jadi datang
ke festival.”
“Tadaima~”
Aku segera melepas sepatuku dan kaos kakiku. “Ah, Okaeri, Ai.” Dari dapur,
Young-oppa menjawab. “Tumben sekali Young-oppa pulang cepat?” Aku mengintip
dapur sambil tersenyum. “Yah, hari ini kegiatan sekolah tidak terlalu sibuk.
Jadi aku bisa membuatkan kalian makan siang.” Seru Young-oppa. “Mau aku bantu?”
Tawarku. “Tidak usah, bilang saja ke Dae apakah dia setuju kita makan udon (mi)
saja.” Aku segera mengacungkan jempol tanda mengiyakan.
Aku
segera menuju kamar Dae-oppa yang terletak di sebelah kamarku. “Dae-oppa. Aku
boleh masuk?” Aku mengetuk kamar Dae-oppa. “Oh, dozo (silahkan)” Kata Dae-oppa
dari dalam. Aku pun masuk dan melihat Dae-oppa sedang bermain game. “Itu game
apa, oppa?” Tanyaku. “Oh, ini Call of Duty. Keren deh.” Dae-oppa menjawab tak
acuh. “Oh iya, kata Young-oppa tidak apa-apa makan siangnya Cuma udon saja?”
Tanyaku sambil melihat kakak keduaku bermain gamenya. “Tidak apa-apa asal
enak.” Jawabnya dengan tak acuh. “Oke kak, aku ke bawah dulu ya. Makanan sudah
hampir siap lo.”
“Dae,
makanan sudah siap loo.” Teriak Young-oppa agar terdengar dari atas. Tak lama
kemudian, Dae-oppa turun. “Haii (Iya), aku sudah hampir mati kelaparan ini!”
“Owh
yha, swebwentwar lwagwi adwa fwestwivwal dwi dweswanywa Kwon” Mulutku masih
penuh dengan udon. “Ai, setidaknya telan dulu udonnya baru ngomong. Tidak baik
ngomong sambil makan.” Young-oppa mengingatkanku. Aku pun segera menelan udon
yang ada di mulutku. “Sebentar lagi ada festival di desanya Kwon” Aku
membenarkan ucapanku tadi. “Kwon? Oh, anak pendek yang pernah main ke sini?
Kelihatannya dia suka kamu lo hahaha” Canda Dae-oppa. “Ini serius, oppaaaa” Aku
cemberut. “Festival ya? Mungkin aku bisa mengajak Dara, eh” Young-oppa segera
menutup mulutnya. “Siapa kak? Dara senpai?” Aku menggoda Young-oppa, Young-oppa
tampak malu. “Dae, kau juga akan mengajak Minzy?” Ceplos Young-oppa. “Hyung! Ai
belum tahu!” Dae-oppa berusaha menutup mulut Young-oppa, tapi terlambat. “Lo,
Dae-oppa sudah sama Minji senpai? Aku jomblo sendiri dong?” Aku semakin
cemberut, kakak-kakakku tertawa melihat tingkahku.
*
Hari yang kutunggu-tunggu pun tiba. Hari ini adalah
festival musim panas di desanya Kwon. Eomma pun tidak lembur, jadi aku bisa minta
beliau untuk mengikat obi (sabuk pada yukata / kimono) pada yukata biru
langitku yang sudah aku beli bersama Eomma sebelumnya. “Lo, oppa tidak pakai
yukata?” Tanyaku. “Tidak, begini lebih nyaman.” Dae-oppa memang tidak suka
pakaian resmi. Sekarang saja dia hanya memakai kemeja merah kotak-kotak dan
celana jeans biru tua. “Yasudah, aku berangkat dulu. Ittekimasu.”
“Yi, kamu memakai yukata!” Aku terkejut saat melihat Yi
memakai yukata. “Hehe, iya. Tiba-tiba saja Appaku memberikan ini padaku.” Yi
terlihat sangat gembira. “Ayo, berangkat bersama.
Kwon dan Yui sudah menunggu di depan pintu masuk
festival. Mereka juga memakai yukata “Hey, minna!” Aku melambaikan tangan. Kwon
tersenyum dan melambaikan tangannya padaku.
“Ehm, Yui. Bolehkah aku pergi bersamamu.” Yi tampak
malu-malu ketika mengajak Yui. “Ehm, boleh.” Yui tampak malu-malu juga.
Akhirnya mereka pun meninggalkan kami berdua. “Jadi...” Kwon memecah keheningan
antara kami berdua. “Jadi... Kamu mau pergi bersamamu juga?” “Iya, tentu”
Kami pun pergi bersenang-senang.
Mulai dari menangkap ikan emas, bermain tembak hadiah, membeli takoyaki
(sejenis kue berbentuk bulat yang berisi daging gurita), membeli okonomiyaki
(sejenis pizza jepang), dan tidak lupa limun. “Wah, menyenangkan ya.” Kami pun
makan takoyaki bersama, Kwon tampak tersenyum.
*
Kwon
POV
Yi dan Yui akhirnya pergi bersama. “Jadi ...” Aku memecah
keheningan. “Maukah kau pergi bersamaku?” Tanyaku malu-malu. Ingin rasanya aku
menarik kata-kataku kembali. “Iya, tentu.”
Hey, namaku Kwon Ji Young. Keluargaku berasal dari Korea,
tapi aku lahir dan besar di Jepang. Saat menjadi siswa SD dan SMP aku memang
pendiam, keluargaku yang terbilang cukup kaya memang agak anti-sosial dengan
tetangga kami. Jadi saat aku berada di tempat umum aku hanya bisa diam.
Tapi semua berubah saat aku bertemu dengan anak bernama Ryuzaki
Hikaru. Saat kami kelas 2 SMP secara tidak sengaja aku sebangku dengan dia.
“Hai, namaku Ryuzaki Hikaru. Kamu?” “Aku... Aku Kyon Jiyoun” Memang, namaku
terasa aneh jika ditulis menggunaka bahasa Jepang. “Oh, kau berasal dari Korea?
Aku mengagumi kota itu.” Rupanya Ryuzaki-san membuatku agar aku nyaman
bersamanya, tapi aku hanya bisa tersenyum memaksa. “Wah, kelihatannya kau tidak
banyak bicara ya?” Ryuzaki tampak heran. “Padahal rupamu sudah tampan, dan kau
kelihatan kawaii (lucu, manis, imut). Ryuzaki mencubit pipiku. “Itta ! (Aduh,
sakit)” Aku meringis.
Semenjak saat itu, aku pun jadi sering mengekor Hikaru,
bahkan saat Hikaru berlatih basket. Ya, dia memang mengikuti klub bola basket, menurutku
dia terbilang cukup bagus saat bermain basket, bahkan sepertinya dia mempunyai
fans club sendiri. Memang sih, kulit Hikaru yang agak coklat terbakar sinar
matahari memang mempesona, ditambah dengan senyumnya yang menawan tidak heran
banyak perempuan di sekolah ini yang ingin menjadi kekasihnya. Sementara aku,
hanya cowok putih pucat dan pendek yang dianggap seperti adiknya sendiri.
Mungkin banyak sekali perempuan yang ingin menempati posisiku ini.
“Nee, Kyon” Panggil Hikaru saat aku sedang melamun.
“Doushita? (Ada apa?)” Tanyaku. “Saat lulus SMP, kau ingin melanjutkan ke
sekolah mana?” “Hmm... Wakaranai (Tidak tahu). Bagaimana denganmu?” Tanyaku
balik. “Bagaimana kau ikut denganku mendaftar di SMA Toriya? SMA itu bagus kok,
tetapi lokasinya agak jauh sih dari rumahku dan rumahmu.” “Tapi kau mendaftar
di sana kan? Kalau begitu aku akan ikut denganmu.” Walau bagaimanapun, aku
tidak ingin kehilangan sahabat pertamaku. Hikaru pun tersenyum dan kami pun
melakukan salam rahasia kami.
Kami pun akhirnya diterima di SMA Toriya, SMA dambaan
Hikaru. “Rupanya Hikaru terlambat. Salahnya sendiri mendambakan SMA yang jauh
dari rumahnya.” Batinku. Karena Hikaru terlalu lama, akhirnya aku memasuki
sekolah ini tanpa Hikaru.
Kelas 1-C, dan bersama Hikaru. Yes! Untung saja tuhan
tidak memisahkan aku dari Hikaru ini. Aku pun segera menuju kelas 1-C tersebut.
“Sumimasen...” Aku melihat seseorang perempuan manis
sedang berbincang dengan cowok tampan. Pacarnyakah? “Bolehkah aku duduk di
sini?” Tanyaku. Gadis ini tersenyum “Dozo.”. Ah, aku tidak akan melupakan
senyum dari gadis manis berambut hitam sepundak ini. “Oh ya, perkenalkan namaku
Ai. Kamu?” Dia mengulurkan tangannya. Aku menyambut uluran tangannya. “Aku Kwon
Ji Young” Ups, gara-gara grogi aku menyebutkan namaku dalam bahasa Korea! “Oh,
kau berasal dari Korea, kebetulan aku dan Yi berasal dari Korea juga!” Dia
tampak sangat gembira.
Akhirnya Hikaru pun datang. “Oh, Hikaru. Sini!” Aku
melambaikan tanganku agar Hikaru tahu. “Oh hai, namaku Ai, kamu?” “Oh, namaku
Ryuzaki Hikaru.” Hikaru memperlihatkan senyum mautnya. Dia pun segera duduk di
sebelahku.
Di saat kami berada di kelas, kami melakukan hal-hal yang
lucu. Entah kenapa aku mulai menyukai teman-temanku, terutama seorang anak
perempuan yang bernama Ai itu. Matanya yang agak sipit diam-diam menyembunyikan
mata coklatnya yang benar-benar berwarna seperti permen coklat, pipinya yang
chubby, dan rambut bergelombang hitamnya yang sepundak itu, membuatku
tersenyum-senyum sendiri saat dalam perjalanan pulang.
“Hey, apa kau masih waras?” Tiba-tiba ada suara yang
membuyarkan lamunanku, dan suara itu berasal dari pita suara Hikaru. Oh, aku
terlalu banyak melamun sehingga aku tidak menyadari bahwa aku telah berada di
dalam rumah Hikaru. “Sebenarnya apa yang sedang kau pikirkan sehingga seluruh
ceritaku hanya kau abaikan saja?” Hikaru penasaran. Kurasa ... Aku telah jatuh
cinta pada Ai ...”
Kwon POV EndBersambung
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar